Ketidakmerataan Pendidikan di Indonesia

Shofiah Febi Permatasari

Opini, MonitorIndo.com – Persoalan pendidikan di Indonesia tidak akanhabis-habis untuk dibahas. Banyak hal yang harus benar-benar di kaji dalam menanggapi pendidikan di Indonesia. Apalagi era generasi Z sekarang ini mulai merosotnya moral anak bangsa. Banyak kasus yang melibatkan anak tersebut.

Pendidikan di Indonesia bisa dikatakan sangat tidak merata. Masih banyak daerah pelosok yang kurang dalam hal sarana dan prasarana. Apalagi sekarang sedang maraknya penyakit corona virus atau Covid-19 yang mengharuskan semua aktifiktas dilakukan di rumah.

Dalam buku Asri Budiningsih, beliau menuliskan bahwa memasuki era milenium ketiga, masyarakat dan bangsa In­donesia perlu mempersiapkan dir imenghadapi berbagai tuntutan global. Zaman globalisasi ini semua dituntut untuk kreatif dan inovatif. Harus siap untuk bersaing, berkompetisi antar pelajar maupun mahasiswa.

Dalam segi kualitatif pendidikan di Indonesia ini masih belum berhasil dalam membangun karakter bangsa yang cerdas dan unggul. Banyak kurikulum yang selalu berubah di Indonesia yang membuat proses pembelajaran sedikit terganggu.

Aturan dalam pendidikan sudah diatur dalam Pasal 31 UUD 1945 ayat 1 yang menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan, serta pada ayat 2 dijelaskan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Lalu, ada juga dalam Undang-Undang RI nomer 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia yang menyatakan bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketakwaan dan penuh dengan tanggungjawab untuk kesejahteraan manusia, oleh penciptaNya dianugerahi hak asasi manusia untuk menjamin keberadaan hakikat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya.

Ketidak merataa npendidikan di Indonesia sangat menganggu. Dimana guru yang berada di pelosok harus bekerja keras dalam melakukan pembelajaran. Namun, pada tahun 2019 diberlakukannya sistem zonasi oleh Menter iPendidikan Indonesia Nadiem Makarim. Sistem tersebut bergerak dengan cara membuat anak sekolah di lingkungan sekitarnya sendiri. Tidak jauh dengan rumah, bahkan sekarang tidak ada sekolah favorit maupun sekolah non favorit. Sistem tersebut dij alanankan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, mulai dari mutu, layanan, hingga literasi kalangan siswa yang perlu ditingkatkan. Ada beberapa faktor penghambat pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia sebagai berikut :

  1. Rendahnya Sarana Fisik

Sekarang banyak gedung-gedung sekolah yang sudah tak layak pakai di berbagai tingkat pendidikan, kepemilikan, dan pengguanaan fasilitas yang tidak di manfaatkan serta media belajar rendah, buku perpustakaan yang tidak lengkap sehingga tidak banyak yang minat literasi di pihak pelajar. Hal tersebut membuat para anak menjadi susah dan kurang nyaman untuk bersekolah dengan baik.

  1. Rendahnya Kualitas Guru

Zaman sekarang masih banyak guru yang belum maksimal atau profesionalisme dalam menjalankan tugasnya. Ada juga guru yang sudah pensiun masih mengajar, guru yang sibuk mengurusi keperluan sekolah dari pada mengajar.

  1. Rendahnya Kesejahteraan Guru

Gaji yang diperoleh untuk guru masih termasuk rendah. Banyak guru-guru yang mengambil pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhannya karena tidak cukup pendapatan dari guru saja.

  1. Rendahnya Prestasi Siswa

Kualitas pengajaran juga sangat berdampak kepada mahasiswa dengan prestasi siswa menjadi rendah di sebabkan oleh siswa itu sendiri yang kurang sadar dengan kewajibannya untuk belajar dengan kualitas guru yang masih belum maksimal dan kurang profesional.

  1. Kurangnya Dalam Pemerataan Pendidikan ke Seluruh Pelosok Desa

Pemerintah hanya memperhatikan kualitas di kota dari pada di daerah desa yang sangat memprihatinkan. Banyak anak yang putus sekolah dan lebih memilih untuk bekerja.

  1. Rendahnya Kecocokan Pendidikan Dengan Kebutuhan Dunia Kerja

Sering terjadi ketika sudah lulus sekolah ketidakserasian antara pendidikan dengan kebutuhan kerja disebabkan kurikulum yang kurang fungsional ketika di pelajari di sekolah dengan kebutuhan kerja yang diharapkan nantinya ketika memasuki dunia kerja.

  1. Mahalnya Biaya Pendidikan

Biaya pendidikan bermutu itu mahal, inilah yang selalu kita dengar dari masyarakat, sehingga masyarakat tidak mampu dalam membiayainya dikarenakan ekonomi yang rendah.

Sekarang semua aktifitas dilakukan di rumah dan sangat membutuhkan kuota belajar. Namun, masih banyak siswa yang belum mendapatkan kuota belajar dari pemerintah. Siswa juga cenderung meremehkan tugas, pertemuan kelas. Bahkan ada yang kelas dengan ditinggal tidur sampai tidak menghargai guru yang sedang menjelaskan. Tugas dan ujian juga sering kali dikerjakan dengan semaunya sendiri. Oleh karena itu, perlu adanya peninjauan kembali untuk kedepannya agar ada pemertaan pendidikan yang dapat membuat generasi bangsa menjadi lebih baik.

Penulis: Shofiah Febi Permatasari – Mahasiswi